Entri Populer

Selasa, 06 Desember 2011

unsur transisi periode 4


1.      UNSUR TRANSISI

            Pada system periodik unsur, yang termasuk dalam golongan Transisi adalah unsur-unsur golongan B, dimulai dari IB – VIIB dan VIII. Sesuai dengan pengisian elektron pada subkulitnya, unsur ini termasuk unsur blok d, yaitu unsur-unsur dengan elektron valensi yang terletak pada subkulit d dalam konfigurasi elektronnya.
            Pada makalah ini unsur – unsur transisi yang akan dibahas adalah unsur transisi  pada periode 4, yang terdiri dari scandium (Sc), titanium (Ti), vanadium (V), krom (Cr), mangan (Mn), besi (Fe), kobalt (Co), nikel (Ni), tembaga (Cu) dan seng (Zn).
A.    Sifat – Sifat Umum
Unsur transisi mempunyai sifat- sifat khas yang membedakannya dari unsur golongan utama, antara lain:
1.      Bersifat logam. Semua unsur transisi tergolong logam karena dengan titik leleh dan titik didih yang relatif tinggi ( unsur – unsur golongan utama ada yang tergolong logam, metalloid, dan logam).
2.      Bersifat paramagnetik (sedikit tertarik ke dalam medan magnet).
3.      Membentuk senyawa – senyawa yang berwarna (senyawa dari unsur logam golongan utama tidak berwarna)
4.      Mempunyai beberapa tingkat oksidasi (unsur logam golongan utama umumnya hanya mempunyai sejenis tingkat oksidasi).
5.      Membentuk berbagai macam ion kompleks (unsur logam golongan utama tidak banyak yang dapat membentuk ion kompleks).
6.      Berdaya katalik. Banyak unsur transisi atau senyawanya yang berfungsi sebagai katalisator, baik dalam proses industri maupun dalam metabolisme.

B.     Sifat Logam
Semua unsur transisi periode keempat  adalah logam, yang bersifat lunak, mengkilap, dan penghantar listrik dan panas yang baik.

C.    Sifat – Sifat Fisis

Sifat
Sc
Ti
V
Cr
Mn
Fe
Co
Ni
Cu
Zn
Jari – jari atom (Å)
1,44
1,32
1,22
1,18
1,17
1,17
1,16
1,15
1,17
1,25
Jari – jari ion M2+ (Å)
-
1,00
0,93
0,87
0,81
0,75
0,79
0,83
0,87
0,88
Titik leleh (°C)
1541
1660
1890
1857
1244
1535
1495
1453
1083
420
Titik didih (°C)
2831
3287
3380
2672
1962
2750
2870
2732
2567
907
Kerapatan (gram/cm3)
3,0
4,5
6,0
7,2
7,2
7,9
8,9
8,9
8,9
7,1
Kekerasan (skala Mohs)
-
-
-
9,0
5,0
4,5
-
-
3,0
2,5
Energy ionisasi (Kj/mol)
631
658
650
652
717
759
758
737
745
906
Keelektronegatifan
1,3
1,5
1,6
1,6
1,5
1,8
1,8
1,8
1,9
1,6
E°red M2+ (aq) (volt)
-
-
-1,20
-0.91
-1,19
-0,44
-0,28
-0,25
+0,34
-0,76
E°red M3+ (aq) (volt)
-2,10
-1,20
-0,86
-0,74
-0,28
-0.04
-0,40
-
-
-
Tabel 1. Sifat – sifat fisis unsur transisi periode keempat

Sebagaimana dapat di lihat pada Tabel 1, jari – jari atom unsur – unsur transisi tidak banyak berubah dalam satu periode dari kiri ke kanan. Hal ini disebabkan oleh pengisian subkulit d dengan elektron – elektron, sehingga memerisai pengaruh daya tarik inti terhadap elektron terluar. Pengaruh daya tarik inti terhadap elektron terluar seolah-olah sama meskipun muatan inti bertambah dengan naiknya nomor atom unsur, akibatnya jari-jari atom pun relatif tidak berubah.
Titik leleh dan titik didih unsur-unsur transisi tinggi, menunjukan bahwa ikatan logam pada unsur-unsur transisi sangat kuat. Hal ini diperkuat pula dengan bukti tingginya daya hantar listrik dan daya hantar panas unsure-unsur transisi, yang menyatakan mudahnya terjadi delokalisasi elektron pada kisi logam.
Kisi logam (kerapatan) transisi sangat rapat yang ditunjukan oleh tingginya kerapatan unsur-unsur transisi. Logam membentuk struktur terjejal dengan atom-atom logam yang berukuran sama tersusun sangat rapat dalam Kristal logam. Dalam Kristal logam ini ion-ion positif logam tarik menarik dengan “larutan” elektron yang dimiliki oleh seluruh Kristal. Dalam sel satuan kisi Kristal logam ada 2 macam susunan yaitu struktur terjejal heksagonal (hexagonal closest packed atau hcp) dan struktur terjejal kubus (cubic closest packed atau ccp). Jenis kisi ini menyebabkan kekerasan logam berbeda, bergantung pada kerapatan susunan atom-atom dalam kisinya.
            Energy ionisasi pertama dari unsur–unsur transisi periode 4 ternyata hampir sama. Hal itu terjadi karena muatan efektif inti yang dialami elektron kulit terluar adalah sama, yaitu +2 (electron terakhir unsure transisi mengisi kulit ketiga, bukan kulit terluar). Adapun energi ionisasi zink (Zn) yang mencolok tinggi dapat terjadi karena zink mempunyai konfigurasi elektron penuh, suatu bentuk elektron yang relatif stabil.
Semua unsur transisi periode keempat mempunyai energi ionisasi yang relatif rendah (kurang dari 1000 Kj/mol) kecuali zink (Zn) yang agak besar (906 Kj/mol). Sifat logam unsur transisi juga dicerminkan oleh harga keelektronegatifannya yang rendah (kurang dari 2). Pada kenyataannya, semua unsur transisi periode keempat membentuk kation tunggal dengan bilangan oksidasi +1, +2, atau +3. Pada tingkat oksidasi yang rendah, senyawa unsur transisi bersifat ionik.
Potensial energi unsur transisi periode 4 yang berharga negatif (kecuali Cu), menyatakan bahwa unsur –unsur transisi ini bersifat reduktor. Sifat reduktornya menyebabkan unsur-unsur transisi dapat bereaksi dengan unsur-unsur nonlogam, seperti oksigen, belerang, dan halogen. Oleh karena itu, di alam unsur-unsur transisi umumnya terdapat sebagai oksida, sulfida, atau halide (dalam batuan). 
            Tidak jelasnya keteraturan perubahan harga energi ionisasi unsur-unsur transisi periode keempat dari  kiri ke kanan, menyebabkan pula tidak adanya keteraturan perubahan kereaktifan unsur-unsur ini bervariasi dan bersifat spesifik.

D.    Konfigurasi Elektron

Unsur
Lambang
Nomor
Atom
Konfigurasi
Electron
Golongan
Scandium
Sc
21
(Ar)3d14s2
III B
Titanium
Ti
22
(Ar)3d24s2
IV B
Vanadium
V
23
(Ar)3d34s2
V B
Krom
Cr
24
(Ar)3d54s1
VI B
Mangan
Mn
25
(Ar)3d54s2
VII B
Besi
Fe
26
(Ar)3d64s2
VIII B
Kobal
Co
27
(Ar)3d74s2
VIII B
Nikel
Ni
28
(Ar)3d84s2
VIII B
Tembaga
Cu
29
(Ar)3d104s1
IB
Seng
Zn
30
(Ar)3d104s2
II B
Tabel 2. Konfigurasi elektron unsur transisi periode keempat
           
Perhatikan konfigurasi elektron atom Cr dan Cu. Elektron valensi unsur-unsur ini mempunyai konfigurasi elektron penuh dan setengah penuh pada subkulit s dan d terluar, yang menyatakan konfigurasi yang stabil. Pada atom Cr satu elektron dari subkulit 4s pindah ke subkulit 3d sehingga membentuk kofigurasi yang stabil 3d54s1, dengan kedua subkulit terisi “setengah penuh”. Pada atom Cu, satu elektron dari subkulit 4s pindah ke 3d, sehingga terbentuk konfigurasi elektron valensi 3d104s1, yang menunjukan subkulit 3d terisi penuh dan 4s setengah penuh. Hal ini menunjukan juga konfigurasi yang stabil.
Gambar 1. Konfigurasi electron unsur transisi periode keempat

E.     Sifat Kemagnetan
            Setiap atom dan molekul mempunyai sifat magnetik, yaitu paramagnetik, di mana atom, molekul, atau ion sedikit dapat ditarik oleh medan magnet karena ada elektron yang tidak berpasangan pada orbitalnya dan diamagnetik, di mana atom, molekul, atau ion dapat ditolak oleh medan magnet karena seluruh elektron pada orbitnya berpasangan. Sedangkan pada umumnya unsur-unsur transisi bersifat paramagnetik karena mempunyai elektron yang tidak berpasangan pada orbital-orbital d-nya. Sifat paramagnetik ini akan semakin kuat jika jumlah elektron yang tidak berpasangan pada orbitalnya semakin semakin banyak. Logam Sc, Ti, V, Cr dan Mn bersifat paramagnetik, sedangkan Cu dan Zn bersifat diamagnetik. Untuk Fe, Co, dan Ni bersifat feromagnetik, yaitu kondisi yang sama dengan paramagnetik hanya saja dalam keadaan padat (Brady, 1990: 689).
Sifat Magnet
Unsur
Diamagnetic
Cu dan Zn
Paramagnetik
Sc, Ti, V, Cr, Mn
Feromagnetik
Fe, Co, Ni

F.     Tingkat  oksidasi
            Tidak seperti golongan IA dan IIA yang hanya mempunyai tingkat oksidasi +1 dan +2, unsur-unsur logam transisi mempunyai beberapa tingkat  oksidasi. Perhatikanlah beberapa senyawa mangan (Mn) berikut, yaitu MnSO4, MnO2, K2MnO4, dan KMnO. Bilangan oksidasi mangan dalam senyawa-senyawa itu berturut-turut adalah +2, +4, +6, +7. Mengapa unsure transisi dapat membentuk senyawa dengan beberapa bilangan tingkat oksidasi ? kita ingat kembali bahwa elektron valensi unsur transisi periode keempat menempati subkulit 3d dan 4s. tingkat energi kedua orbital itu relatif berdekatan. Oleh karena itu, selain elektron pada kulit terluar (4s) , unsur transisi periode keempat dapat juga menggunakan elektron pada  subkulit 3d pada pembentukan ikatan.  Tingkat  oksidasi dari unsur-unsur transisi periode keempat diberikan pada Tabel 3.


IIIB
Sc
IVB
Ti
VB
V
VIB
Cr
VIIB
Mn
VIIIB
IB
CU
IIB
Zn
Fe
Co
Ni


+3*

+2
+3
+4*

+2
+3
+4*
+5

+2
+3*
+4
+5
+6

+2*
+3
+4
+5
+6
+7

+2*
+3*
+4
+5
+6

+2
+3*
+4
+1
+2*
+3
+1
+2*
+3

+2*
  Yang dicetak tebal adalah tingkat oksidasi biasa dan yang diberi bintang adalah tingkat oksidasi paling stabil.
Tabel 3. Tingkat Oksidasi Unsur Periode keempat

G.    Warna  senyawa unsur  transisi periode keempat
            Tingkat energi elektron pada unsur-unsur transisi yang hampir sama menyebabkan timbulnya warna pada ion-ion logam transisi. Hal ini terjadi karena elektron dapat bergerak ke tingkat yang lebih tinggi dengan mengabsorpsi sinar tampak. Pada golongan transisi, subkulit 3d yang belum terisi penuh menyebabkan elektron pada subkulit itu menyerap energi cahaya, sehingga elektronnya tereksitasi dan memancarkan energi cahaya dengan warna yang sesuai dengan warna  cahaya yang dapat dipantulkan pada saat kembali ke keadaan dasar.
      Misalnya Ti2+ berwarna ungu ,Sc3+  dan Ti4+  tidak berwarna karena sudkulit 3d-nya kosong, Co2+ berwarna merah muda, Co3+  berwarna biru, Zn2+ juga tidak berwarna karena subkulit 3d nya terisi penuh.

H.    Ion Kompleks
            Ion kompleks adalah ion yang terbentuk dari suatu kation tunggal (biasanya ion logam transisi) yang terikat langsung pada beberapa anion atau molekul netral.
            Contoh :
            Ion kompleks [Fe(CN)6]4- terdiri dari ion Fe2+ yang terikat pada 6 ion CN-, sedangkan ion kompleks [Cu(NH3)4]2+ terdiri dari ion Cu2+ yang terikat pada 4 molekul NH3. Perhatikan strukturnya berikut ini.
CN
NC                   CN
Fe
NC                   CN
CN
           
H3N                  NH3
Cu
H3N                  NH3













Fe(CN)64+                                                                        Cu(NH3)42+
      
                        Selanjutnya ion logam itu disebut ion pusat sedangkan anion atau molekul netral    yang    terikat kepadanya disebut ligan. Jadi, suatu ion kompleks terdiri atas satu ion pusat           dan      ligan-ligannya. Pada contoh diatas, untuk ion pusat Fe2+ ligannya adalah ion CN-             dan untuk        ion pusat Cu2+ ligannya adalah molekul NH3.



I.       Ligan
            Menurut teori ikatan valensi, antara ikatan ion pusat dengan ligannya adalah ikatan kovalen koordinat dengan ligan sebagai penyumbang pasangan elektron, sedangkan ion pusat menyiapkan orbital kosong. Jadi, ligan haruslah mempunyai pasangan elektron bebas. Ligan yang menyumbangkan satu pasang elektron (mempunyai satu atom donor) disebut ligan unidentat, yang menyumbangkan dua pasang elektron (mempunyai dua atom donor) disebut bidentat , dan yang menyumbang lebih dari dua pasang elektron disebut polidentat . beberapa contoh ligan diberikan pada Tabel berikut.















J.      Bilangan koordinasi
            Jumlah ligan sederhana atau jumlah ikatan koordinasi yang dibentuk oleh satu ion pusat disebut bilangan koordinasi ion pusat itu. Bilangan koordinasi besi dalam ion kompleks Fe(CN)64- adalah 6, sedangkan bilangan  koordinasi tembaga dalam ion kompleks Cu(NH3)42+    adalah 4. Biasanya bilangan koordinasi suatu ion pusat sama dengan dua kali bilangan oksidasinya. Bilangan oksidasi yang umum adalah 2,4, dan 6. Perhatikanlah contoh berikut.
  Bilangan koordinasi 2 : [Ag(NH3)2]2+
  Bilangan koordinasi 4 : [Cu(NH3)4]2+, [Zn(NH3)4]2+, dan [PtCl42-]
Bilangan koordinasi 6 : [Fe(CN)6]3-, [Co(NH3)4Cl2]+, dan [PtCl6]2-

K.    Muatan ion kompleks
            Muatan ion kompleks sama dengan jumlah muatan ion pusat dengan ligan-ligannya.Perhatikanlah beberapa contoh berikut.

Contoh 1 :
Ion komleks yang terdiri dari ion pusat Cr3+ , dua ligan Cl- , dan empat ligan H2O mempunyai  muatan = (+3) + 2(-1) + 4(0) = +1. Rumus ion kompleks itu adalahy [Cr(H2O)4Cl2]+ .

Contoh 2 :
Berapakah bilangan oksidasi ion kompleks [Cr(H2O)2Cl4]- ? jika dimisalkan bilangan oksidasi Cr ion itu = x, maka
 X + 2(0) +4(-1) = -1
       X - 4          = -1
                X      = +3
Jadi, bilangan oksidasi kromium dalam ion itu adalah +3




L.     Tata nama ion kompleks
            Senyawa yang mengandung ion kompleks disebut senyawa kompleks atau senyawa koordinasi. Penamaan senyawa kompleks sama seperti penamaan senyawa ion pada umumnya, yaitu rangkaian dari nama kation dan anionnya.

Contoh 1 :
K4[Fe(CN)6] à 4K+   +   [Fe(CN)6]4- = kalium heksasianoferat(II)
                             KATION                  ANION                   KATION                 ANION
Contoh 2 :
[Cu(NH3)4]SO4    à  [Cu (NH3)4]2+ + SO42- = tetramintembaga(II) sulfat
                                                                     KATION                                               ANION                                   KATION                                  ANION
Adapun penamaan ion kompleks adalah sebagai berikut :
a.       baik kation maupun anion, terdiri atas dua bagian yang ditulis dalam satu kata. Bagian pertama menyatakan  jumlah dan nama ligan, bagian kedua menyatakan nama ion pusat dan bilangan oksidasinya. Bilangan oksidasi ion pusat ditulis dengan angka Romawi dalam tanda kurung.

Contoh 1 :
                       Fe(CN)64-    = h e k s a s i a n o    f e r a t (II)
                                                                                          jumlah & nama ligan                                ion pusat dan biloksnya
Contoh 2 :
                       Cu(NH3)42+ = t e t r a m i n   t e m b a g a (II)
                                                                                       jumlah & nama ligan             ion pusat dan biloksnya

1.      jumlah ligan dinyatakan dengan awalan angka dalam bahasa yunani :
1 = mono ; 2 = di ; 3 = tri ; 4 = tetra ; 5 = penta ; 6 = heksa
2.      nama ligan yang berupa anion mendapat akhiran” o” ,  sedang ligan-ligan yang berupa molekul netral penamannya tidak mempunyai aturan khusus, jadi di hafalkan saja (lihat tabel 3.16)
3.      nama ion pusat pada kation kompleks sama dengan nama biasa dari ion pusat itu.
Contoh 1 : Cu pada kation kompleks Cu(NH3)42+ Disebut tembaga
Contoh 2 : Ag pada kation kompleks Ag(NH3)2+ Disebut perak
4.      nama ion pusat pada anion kompleks harus menggunakan nama IUPACnya dan diberi akhiran “at” .
contoh 1 :  Fe dalam anion kompleks Fe(CN)64-  disebut ferat
contoh 2 : Cu dalam anion kompleks CuCl42- disebut kuprat
contoh 3 : Ag dalam anion kompleks Ag(CN)2  disebut argentat
b.      bila terdapat lebih dari sejenis ligan, maka urutan penulisannya adalah berdasarkan urutan abjad dari nama ligan tersebut (ligan Cl- dianggap bermula dengan huruf c bukan k)

contoh :
Cr(H2O)4Cl2+              = tetraakuadiklorokromium (III)

Beberapa contoh senyawa kompleks dan penamaannya diberikan pada Tabel 4.
Rumus senyawa koordinasi
Kation
Anion
Ion Pusat
Ligan
Nama senyawa koordinasi
[Ag(NH3)2]Cl
Ag(NH3)2+
Cl-
Ag+
NH3
Diaminperak (I) klorida
K[Ag(CN)2]
K+
Ag(CN)2-
Ag+
CN-
Kalium disianoargentat
[Zn(NH3)4]SO4
Zn(NH3)42+
SO42-
Zn2+
NH3
Tetraminzink(II) sulfat
K2[Zn(NH3)4]SO4
K+
Zn(CN)42-
ZN 2+
CN-
Kalium tetrasianozinkat(II)
K3[Fe(CN)6]
K+
Fe(CN)63-
Fe3+
CN-
Kalium heksasianoferat(III)
K[Al(H2O)2(OH)4]
K+
Al(H2O)2(OH)4-
Al3+
H2O dan OH-
Kalium diakuatetrahidroksoaluminat(III)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar